Sunday, June 20, 2021

Kisah Onze Tjip...(Cipto Mangunkusumo)

Ada ungkapan terkenal di kalangan masyarakat yang sudah kenal Rumah Sakit : 'Dokter atau Perawat belon jago kalo bukan keluaran RSCM'. Mau tidak mau RSCM memang Lembah Tidarnya para dokter dan perawat digembleng untuk merawat orang sakit. 

Dulu RSCM bernama Centraal Burgerlijke Ziekenhuis atau CBZ. Orang Djakarta tempo dulu selalu menyebut CBZ- diucapkannya Sibiset. Kakek saya saja selalu bilang "Naar CBZ" kalo mau ke RSCM. Barulah generasi ibu saya menyebut Rumah Sakit itu RSCM atau RSUP (Rumah Sakit Umum Pusat). 

Kenapa CBZ begitu hebat, apakah ada hubungannya antara CBZ dan nama Cipto. Bagi saya nama Cipto yang diberikan pada 17 Agustus 1964 oleh pemerintahan Sukarno atas usulan Menteri Kesehatan saat itu Dokter Satrio bukan tanpa sebab. 

Suatu sore di bulan Maret 1963 Bung Karno memanggil tim dokter CBZ untuk bertanya tentang nama Rumah Sakit itu. Di teras Istana Negara mereka bicara ngalor ngidul tentang RS. 

Bung Karno berkata "Aku ingin Rumah Sakit ini, menjadi Rumah Sakit Rakyat, dia harus melayani rakyat secara penuh dan total. Rakyat harus dibebaskan dari biaya-biaya atau minimal sedikit biaya untuk berobat. Dan untuk itu nama kebelanda-belandaan, bukanlah nama yang baik. Aku bertanya kepada kalian nama apa yang cocok untuk Rumah Sakit ini" 

Lalu dokter Satrio nyeletuk "Bagaimana kalau kita namakan Rumah Sakit Tjiptomangunkusumo saja Pak?" 
Bung Karno terdiam matanya langsung berkaca-kaca. Tak lama kemudian air mata pelan mengalir ke pipinya. "Aku ingat Onze Tjip... Aku ingat Onze Tjip...."


Tjiptomangunkusumo lahir dari keluarga jelata. Ayahnya sesungguhnya anak petani namun karena kecerdasannya dia mampu menjadi guru HIS. 
Tjip, ditakdir memang hidup menembus kelas-kelas sosial. Ia yang hanya anak guru mampu masuk sekolah STOVIA. Ini sekolah elite jaman dulu yang belajar tentang bidang kedokteran. 

Usia masuk Stovia dulu adalah berkisar 12-16 tahun. Jadi mereka diajarkan dari yang paling dasar sekali tentang bidang pengobatan dengan alat ajar yang minim. Tapi memang Indonesia selalu melahirkan generasi yang cerdas. 

Tjip salah satunya. Ia merasa dirinya adalah anak si Kromo, dan sedari awal ia sudah menentang sikap kepriyayi-priyayian yang merupakan penghalang pencerdasan bagi rakyat. Saat itu kepala sekolah memerintahkan setiap murid mengenakan pakaian adat. Hal ini untuk dimaksud agar membedakan diri mereka satu sama lain. 

Tapi Tjip menolak ia hanya pakai, pakaian dekil, kumal, pakaian anak Jawa jelata, pakaian tukang angon wedhus -anak gembala kambing- saat seorang gurunya mengusir Tjip keluar karena memakai pakaian proletar, kepala sekolahnya melarang dan berteriak pada guru itu : "Tjip, een begaafd leerling," (Hei, Tjip itu salah seorang yang berbakat). 

Sejak itu Tjip boleh bebas mengenakan pakaian si Kromo. Tjip dengan cepat menyelesaikan sekolah kedokteran. Tak lama kemudian ia mendengar juniornya mengadakan kongres Budi Utomo. Tjip tau ini dari adiknya Gunawan Mangunkusumo yang teman akrab Sutomo, penggagas Budi Utomo. Disana Tjip diundang bicara pada salah satu sesi kongres. 

Di depan kongres dia berkata "Saudara-saudara organisasi ini bukan organisasi orang Jawa, bukan kumpulannya para priyayi, saya menghendaki organisasi ini jadi tempat berkesadarannya rakyat Jawa dan juga seluruh Hindia Belanda" ucapan itu diucapkan tahun 1908. 

Bila Budi Utomo dirujuk sebagai Tahun Kebangkitan Nasional maka sangat tidak tepat bila tidak mengikuti ucapan Tjip tentang nasionalisme. Ucapan ini ditentang oleh banyak peserta kongres termasuk Radjiman Wediodiningrat. 

Radjiman meminta agar Kongres Budi Utomo merupakan buah kesadaran priyayi saja tidak masuk ke dalam rakyat kecil. Tjip menggebrak meja saat Radjiman bicara itu dan berteriak dalam bahasa Jawa Ngoko "Aku Keluar !!" dan ini membuat kaget banyak orang.

Tak lama dari Budi Utomo, Tjip buka praktek di Solo. Disana dia langsung terkenal sebagai dokter rakyat. Ia sendiri masuk ke kampung-kampung naik sepeda. Ia mengobati rakyat kecil dan tidak usah membayar. Rakyat mengenalnya sebagai 'wong pinter' dulu dokter belum banyak, Tjip disangka dukun tapi ia mengenakan alat-alat kedokteran macam stetoskop. Sore hari Tjip senang jalan-jalan ke alun-alun. Ia kadang2 menggunakan bendi-nya. Ia sengaja meledek peraturan yang bendi tidak boleh lewat depan keraton. Suatu saat bendinya lewat keraton Sunan Pakubuwono X sedang duduk-duduk.

Sang Sunan langsung berdiri : "Siapa itu naik bendi" 
abdi dalemnya menjawab "Dokter Tjip, sinuwun".
Sunan langsung menggerutu "Woo Kurang ajar" tapi Sunan tidak mau berbuat apa-apa ia tau Tjip ini orang pintar dan Sunan suka dengan orang2 pintar ia kerap menyekolahkan abdi dalemnya untuk sekolah ke Batavia termasuk Purbatjaraka yang kelak jadi ahli bahasa Jawa kuno.

Suatu pagi di rumahnya, Tjip membaca koran tentang wabah pes di Malang. Saat itu wabah pes sangat luar biasa. Penyakit ini disebabkan kutu tikus saat itu wabah ini susah ditangani karena sarana kesehatan dan alat kedokteran yang minim. Cara tradisional adalah membakar orang yang mati kena Pes dan juga membakar rumahnya. Tjip datang ke Malang dan ia mendengar tidak ada satu pun dokter yang berani ke Malang. Ia sendirian menantang maut. Orang yang terkena air liur dari penderita akan ketularan, Tjip berani bekerja tanpa masker. Suatu saat ia mendengar ada anak yang sakit parah dan ibunya sudah mati rumahnya di bakar. Tjip langsung membongkar rumah dan mencegah membakar, ia menggendong anak itu tanpa rasa takut dan dengan telaten mengobatinya. Tjip berhasil. Anak itu sudah yatim piatu dan kedua orang tuanya meninggal karena Pes. Tjip mengangkat anak ini dan memberi nama menjadi Pesyati. 

Sepanjang hidup Pesyati-lah yang merawat Tjip, Tuhan selalu memberikan hadiah perbuatan baik dibalas jauh lebih baik. Atas keberaniannya Tjip dihadiahi oleh pemerintah Belanda bintang jasa tertinggi yang bernama "Orde Van Oranje Nassau" atau kerap disebut "Ridderorde". 

Awalnya Tjip menerima tapi setelah ia tau ternyata Pemerintah hanya bisa omong doang, Tjip menaruh bintang jasa itu di pantatnya dengan bintang jasa di pantat ia ke Batavia wartawan banyak memotret dan membuat headline olok-olok untuk pemerintah "Seorang Jawa berani taruh hadiah raja di pantatnya" 

Pemerintah jelas marah, tapi tidak ambil tindakan. Tahun 1913 Tjip bersama Douwes Dekker dan Suwardi Surjaningrat (kelak bernama Ki Hadjar Dewantoro) mendirikan partai paling progresif "Indische Partij". 

Partai ini menjadi corong kuat melawan pemerintah Hindia Belanda. Tjip sendiri masuk jadi wartawan harian 'De Express' dan Majalah Tijdschrift milik Douwes Dekker. 

Suatu hari Suwardi menulis essay "Andai aku orang belanda" sebuah essay satir yang bikin panas pemerintah Hindia Belanda. Saat itu Pemerintah Hindia Belanda mengadakan pungutan besar-besaran bahwa mereka akan mengadakan 100 tahun kemerdekaan negeri Belanda atas Spanyol. 

Ini sebuah ironi bagaimana bisa sebuah bangsa yang terjajah kok membuat sebuah perayaan yang justru dibiayai oleh penderitaan bangsa yang dijajah. Komite Perayaan Belanda dibuat tandingannya maka berkumpullah Tjipto, Douwes Dekker, Abdul Muis dari Sarekat Islam Medan dan Wignjadisastra. 

Komite ini disebut 'Komite Tandingan' atas perayaan kemerdekaan yang ironis itu. Mereka memang merayakan kemerdekaan Belanda tapi akan memakai baju gembel, dan akan membawa gerobak berupa meja yang diselimuti kain hijau sebagai pralambang untuk 'tuntutan bumiputera berparlemen'. Kaum Bumiputera harus ada perwakilannya di pemerintahan.

Keruan saja aksi komite tandingan ini buat marah pemerintah. Tjip cs ditangkapi saat digiring ke penjara Tjip berteriak "Ayo kita nyanyikan lagu kebangsaan Republik Transvaal" teriak Tjip (Republik Traansvaal, adalah salah satu wilayah di Afrika Selatan yang kemudian menjadi merdeka dari pemerintahan Belanda- kemerdekaan Transvaal ini kerap menginspirasi perjuangan rakyat Indonesia di tahun belasan). Muis teriak "aku tak bisa nyanyi" .
"Sudah kamu ikutin saja" kata Tjip sambil bersemangat menyanyi.

Tjipto menikah dengan anak patih, tapi kemudian bercerai. Ia kemudian menikahi seorang wanita Belanda bernama Nyonya Vogel. Keponakan Nyonya Vogel ini Donald dan Luis diangkat jadi anak Tjipto. Tiga anak : Donald, Luis dan Pesyati akan ikut Tjip. Setelah keliling di beberapa tempat, Tjip tinggal di Bandung ia bekerja untuk rakyat, ia menuliskan plang di depan rumahnya 'Dokter Tjipto, dokter partikelir'. Rumahnya di Bandung ini tepatnya terletak di Tegallega. 

Pada tahun 1920, Tjip sering kedatangan tamu. Anak muda tampan dan berwajah sangat enak dilihat. Anak muda itu bernama Sukarno. Tjip tau anak ini adalah anak didik Tjokro. Sukarno pada awalnya berpandangan bahwa kemerdekaan bisa dilakukan dengan ide 'Pan Islamisme', Tjipto-lah yang menyadarkan Bung Karno. 

"Bangsa-bangsa sekarang berdiri didasarkan satu imajinasi, satu gagasan besar yaitu : Negara-Bangsa. Apa itu negara-bangsa, negara-bangsa itu kesadaran bersama satu masyarakat yang tinggal di daerah tertentu memiliki satu bahasa, satu pemerintahan dan satu tujuan. Kemerdekaan harus ditujukan pada 'bangsa' dan bukan 'agama'.

Tahun 1923 saat PKI mengadakan kongres. Foto Tjip terpampang bersama Karl Marx, Lenin dan Tan Malaka. Ini merupakan penghormatan besar PKI terhadap Tjip. Walaupun Tjip tidak pernah masuk jadi anggota PKI. Namun gara2 itu ia kena getahnya saat pemberontakan PKI 1926/1927, Tjip dituduh terlibat dan menghasut karena pernah memberikan dana 10 gulden kepada salah seorang kopral KNIL, ternyata Kopral KNIL itu bersama kawan-kawannya mau meledakkan gudang amunisi di Bandung. 

Tjip langsung diinterogasi, ditemukan daftar tamu2nya yang kebanyakan juga terlibat pemberontakan PKI. Gubernur Jenderal De jonge kalap luar biasa dan memerintahkan Tjip dibuang ke Banda Neira. Buru-buru kawan Tjip yang bernama Koch datang dan menanyakan pada Tjip :"Tjip, verteel me nou de waarheid" kata Koch sambil mengguncang bahu Tjip -Tjip katakan terus terang". 
Tapi Tjip tenang2 saja.

Tjip diantarkan ke stasiun tengah malam, namun Bung Karno sudah menunggu. Bung Karno adalah satu-satunya orang politik yang mengantarkan Tjip. Ia menciumi tangan Tjip sembari menangis. Tjip memegang bahu Bung Karno dan berkata "Ingat, No. Nasionalisme bukan Pan Islamisme" kata Tjip sambil menepuk-nepuk bahu Sukarno. Bung Karno yang saat itu baru saja mendirikan Partai Nasional Indonesia terus memegangi bahu Tjip.

Tjip berangkat dengan keluarganya ke Banda Neira. Disana ia diawasi oleh Tuan W. C Ten Cate. Tuan Cate ini agak keterlaluan mengawasi Tjip. Setiap hari ia datang dan menggeledah rumah Tjip sampe-sampe telur pun diperiksa. Saat penggeledahan Tjip, Isterinya, Donald, Luis dan Pesjati diperintah naik ke peti. Mereka berdiri dipojokan dan melihat Belanda itu membongkar barang2 mereka, kegiatan itu berlangsung hampir tiap pagi. Tapi kemanusiaan selalu menemukan jalan pertemanan.Tuan Cate ini malah jadi sahabat Tjip. Mereka setiap hari pagi dan sore duduk di pantai dan bicara banyak.

Kesehatan Tjip memburuk. Setiap waktu mendengar kabar buruk tentang pergerakan nasional ia langsung sakit. Saat tau Sukarno ditahan dan banyak aktivis ditangkapin Tjip menangis sendirian di kamarnya. Donald dan Luis takut saja "Oom Tjip selalu begitu, bila mendengar kabar buruk perdjoangan di Djawa" kata Donald dalam salah satu memoarnya tentang Tjip. Andai tak datang Sjahrir dan Hatta ke Banda mungkin Tjip sudah lama mati. Ia tidak ada teman bicara. Hatta dan Sjahrir memperpanjang usia Tjip karena ada teman bicara yang seimbang.

Saat Djepang masuk Tjip dibawa pulang ke Djakarta. Awalnya ia mau diangkut ke Australia tapi dia menolak "Bila rakyat Indonesia hancur oleh Djepang, biarlah aku mati bersamanya" pesan Tjip pada perwira Belanda yang akan mengirim Tjip ke Australia. Tjip yang sakit paru-paru itu dengan pipi peot dan lubang (dekok) yang dalam antara jidat di dekat batang hidungnya makin besar. Tapi Tjip berusaha gembira ia berbicara filsafat dengan rasa senang.

Setelah sampai di Djawa awalnya Tjip dibawa ke Sukabumi karena disana udaranya bersih, tapi kesehatan Tjip menurun. Dia kemudian dibawa ke Djakarta. Disana ia sering berteriak kesakitan saat itu di Jaman Jepang obat sangat langka sekali. Tjip berteriak minta disuntik adrenalin, tapi Donald dan Bu Tjip tidak punya uang. Luis sampai menangis di depan teras rumah mendengar Oom-nya berteriak kesakitan. Donald akhirnya bersama Pesjati nekat memberikan ampul berisi air untuk menyuntik Tjip sebagai sugesti. Akhirnya seorang dokter yang bernama dokter Loe Ping Kian, menyarankan donald untuk membawa Oom-nya ke Rumah Sakit Jang Seng Ie (Sekarang Rumah Sakit Husada di Jalan Mangga Besar). Dokter Tjip tak kuat menahan sakit disana dan ia wafat dalam keadaan sengsara. Donald, Luis, Pesjati dan Bu Tjip menangis meraung-raung.

Itulah kisah Dokter Ciptomangunkusumo, penggagas Indonesia Raya, orang yang menyadarkan Bung Karno tentang arti sebuah bangsa. Dia rela hidup susah demi rakyat. Apabila ada dokter sekarang yang memeras pasien dengan obat mahal padahal ada obat murah, yang mempermainkan pasien, pasien masuk Rumah Sakit sampai jual harta benda tapi dokternya gonta ganti mobil. Lihatlah pada kisah Dokter Tjip ini. Seorang dokter adalah pejuang kemanusiaan, bukan pejuang harta benda. Bila dokter bersikap materialistis dalam melaksanakan tugasnya. percayalah dia adalah sampah masyarakat. 

Pada dr. Tjipto kita banyak belajar....
( Ditulis Oleh :  Anton Dwisunu Hanung Nugrahanto, 2011)

Tuesday, June 15, 2021

Persoalan Tata Ruang di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), Banyak Perkantoran Fasum Fasos Desa Masuk Kawasan Hutan

Secara yuridis Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) sudah ada sejak tahun 1957. Sejak saat itu sebenarnya persoalan-persoalan terkait tata ruang sudah muncul. Pasalnya, sebagai wilayah provinsi baru kala itu, sudah tidak bisa dihindari adanya pembangunan pemukiman, pusat pemerintahan, fasilitas umum dan fasilitas sosial.

Kemudian, pada tahun 1982, melalui Keputusan Menteri Pertanian No 759 Tahun 1982 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Kalimantan Tengah atau Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK), hampir seluruh Provinsi Kalteng ditunjuk menjadi kawasan hutan. Dari total luas 15.380.000 Hektare wilayah Kalteng, Kepmen itu menunjuk 15.300.000 Hektare sebagai kawasan hutan dan menyisakan hanya 80.000 Hektare sebagai kawasan non hutan itu pun berada di wilayah perairan.

Kondisi ini tentu menimbulkan masalah di lapangan, karena banyak lokasi yang secara riil bukan kawasan hutan dimasukkan ditunjuk sebagai kawasan hutan. Pada kurun waktu antara 1994-1998 terjadi negoisasi antara daerah dan pusat tentang kawasan hutan di Provinsi Kalteng.

Proses ini yang kemudian dikenal sebagai proses paduserasi. 
Namun sayangnya, proses paduserasi ini tidak ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Kehutanan. Hanya ada penerbitan Surat Edaran No 404/Menhut-II/03 yang berisi,"Bagi setiap provinsi yang belum ada Keputusan Menteri Kehutanan tentang penunjukan kembali atas kawasan hutan yang didasarkan pemaduserasian antara Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTWP) dan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK), maka kawasan hutan pada provinsi tersebut mengacu dan berpedoman pada Keputusan Menteri Kehutanan tentang Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK)." 

Artinya TGHK tetap tidak dicabut dan menjadi acuan sampai tahun 2011 saat terbit SK Menhut No 292 Tahun 2011 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan Seluas (plus minus) 1.168.656 Hektar, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Seluas (plus minus) 689.666 Hektar dan Penunjukan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan (plus minus) 29.672 Hektar di Provinsi Kalimantan Tengah.
 

Meski begitu, dalam kurun waktu 1982-2011, Menteri Kehutanan (Menhut) melakukan pelepasan kawasan hutan sebesar 1.221.668 Hektare yang kemudian dikenal dengan istilah TGHK Update. Meski banyak dikritik oleh NGO lingkungan sebagai tindakan mengobral kawasan hutan, namun faktanya masih banyak kawasan yang tidak sinkron, versi TGHK itu Hutan Produksi (HP) atau Hutan Produksi yang bisa dikonversi (HPK) namun riilnya sudah menjadi bangunan perkantoran, rumah sakit, desa dll.

Pada tahun 2003, otonomi daerah memberikan angin segar sebagai upaya desentralisasi pasca reformasi. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) No 8 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Kalimantan Tengah atau lebih dikenal dengan Perda RTRWP Kalteng.

Masalah kembali muncul ketika TGHK dan RTRWP mempunyai perbedaan dalam hal penunjukan suatu kawasan hutan. Dalam RTRWP Kalteng tersebut terdapat banyak perubahan atas kawasan hutan menjadi Kawasan Pengembangan Produksi (KPP) dan Kawasan Pemukiman dan Penggunaan Lainnya (KPPL) sedangkan di TGHK tetap Kawasan Hutan. Akibatnya, iklim investasi di Kalteng sempat terhambat karena adanya perbedaan antara TGHK dengan RTRWP Kalteng. Namun izin-izin yang dikeluarkan berdasarkan Perda RTRWP tetap berjalan.
 

Awal tahun 2012, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan lima bupati dan satu pengusaha di Kalimantan Tengah atas Pasal 1 Angka 3 UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Mereka, Muhammad Mawardi (Bupati Kapuas), Hambit Bintih (Bupati Gunung Mas), Duwel Rawing (Bupati Katingan), Zain Alkim (Bupati Barito Timur), Ahmad Dirman (Bupati Sukamara) dan Ahmad Taufik (seorang pengusaha) yang meminta MK mencabut frase "ditunjuk dan atau" di Pasal 1 Angka 3.

Awalnya ingin mengurangi kewenangan Pemerintah Pusat yang main tunjuk (top down) soal kawasan hutan, namun dampaknya justru menguatkan kewenangan pusat karena menegaskan peta penunjukan kawasan hutan tidak berlaku sehingga pemanfaatan hutan harus mengacu ke Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) Update versi tahun 1986. Bisa dibayangkan akibatnya, bukan sekedar yang awalnya APL kemudian menjadi HP, HPK atau HL. 

Secara riil kondisi di lapangan, lahan hutan versi 1986 yang sudah menjadi polemik sejak 1982, menimbulkan polemik lebih parah karena riilnya sudah terbit banyak izin perkebunan, pertambangan, berubah menjadi kawasan perkantoran, pemukiman dll. 

Namun Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mendinginkan suasana dengan menegaskan hal ini tidak berpengaruh pada izin lama, namun akan dijadikan acuan untuk moratorium izin yang baru. Izin lama yang sudah berjalan tetap sah. Meski bahasanya waktu itu, kembali ke TGHK 1986 dan berlaku surut.
   

Selanjutnya, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menerbitkan SK No 529/Menhut-II/2012 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Pertanian Nomor 759/KPTS/UM/10/1982 Tentang Penunjukan Areal Hutan di Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah Seluas (plus minus) 15.300.000 Hektare. 

Kementerian Kehutanan hingga nomenklatur berubah menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengeluarkan beberapa SK terkait status kawasan hutan di Provinsi Kalteng dan Pemprov Kalteng mengeluarkan satu perda terkait tata ruang, seperti gambar di bawah ini:


Selain itu ada penerbitan beberapa SK yang bertujuan untuk menunda izin (moratorium) demi melindungi kawasan hutan dan kawasan konservasi yang masih tersisa, seperti beberapa SK di bawah ini:
   
Kemudian ada juga penerbitan SK Menteri KLHK yang berisi ‘perkembangan’ pengukuhan kawasan hutan di Provinsi Kalteng yang belum final sebagai bagian dari proses panjang sejak TGHK 1982, TGHK Update 1986, SK 292, SK 529 dan terakhir yang diributkan SK  6025 tahun 2017 atau secara resmi terbit sebagai Keputusan Menteri LHK Nomor: SK.6025/MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/11/2017 tetang Peta Perkembangan Pengukuhan Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Tengah Sampai Dengan Tahun 2016 terbit tanggal 7 November 2017.

Saat ini, SK 6025 tersebut sudah dinyatakan ‘tidak berlaku lagi’ dengan terbitnya ‘perkembangan’ baru, yakni SK 8108 atau secara resmi terbit sebagai Keputusan Menteri LHK Nomor: SK.8108/MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/11/2018 tentang Peta Perkembangan Pengukuhan Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Tengah Sampai Dengan Tahun 2017 terbit tanggal 23 Nopember 2018.
   

Penyusunan RTRWP Provinsi Kalteng masih sangat dinamis. Sehingga, TGHK maupun turunannya hingga saat ini masih terus ‘berkembang’ dan mengalami beberapa kali revisi. Artinya, TGHK beserta turunannya tidak bisa digunakan untuk ‘menghukum’ izin yang telah terbit dan berjalan. Sebab proses penerbitan izin baik perkebunan maupun pertambangan sudah melalui proses di Pemerintah Daerah baik di Tingkat I maupun Tingkat II. 

Sebelum terbit izin, Pemerintah Kabupaten/Kota telah meminta pertimbangan teknis (pertek) dari berbagai instansi termasuk instansi vertikal di daerahnya. Sehingga izin yang dikeluarkan sudah sah dan bisa dijalankan. Jika ada perubahan dan perkembangan baru, sifatnya hanya diberlakukan untuk penerbitan izin baru. 

Sehingga tidak tepat jika perusahaan dilabeli merambah hutan hanya karena surat berisi ‘perkembangan’ pengukuhan kawasan hutan di Provinsi Kalteng yang sudah menjadi polemik dari tahun 1982. Untuk lebih memudahkan logika kita, saya akan mencontohkan beberapa fakta lapangan yang dicek teman-teman ASN di bidang kehutanan seperti berikut ini:
   
   

Oleh karena itu, sangat aneh apabila sebutan ‘merambah hutan’ disematkan kepada izin yang sudah terbit secara sah melalui proses sesuai dengan peraturan yang berlaku dan ditetapkan oleh pemerintah. Saat ini, Kantor Bupati Sukamara, Mapolres Sukamara, dan Kantor Kejari Sukamara berada di Kawasan Hutan Produksi. Lalu, apakah serta merta bisa dikatakan 'merambah hutan'? Tentu tidak, mereka yang berpendapat seperti itu, jika mereka masih waras,  pasti mereka tidak memahami urutan kronologis peraturan.

Lalu apa yang terjadi? Sebenarnya secara vulgar bisa dikatakan akibat inkonsistensi status kawasan sebagai dampak terus terbitnya ‘perkembangan’ pengukuhan kawasan hutan, pemerintah merubah Status Areal Penggunaan Lain (APL) yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) menjadi areal Hutan Produksi (HP), Hutan Produksi yang bisa dikonversi (HPK) bahkan Hutan Lindung (HL) dengan penerbitan SK dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Padahal baik BPN dan KLHK merupakan representasi dari pemerintah. 

Artinya, kalau istilah ‘perambahan’ disematkan, ya pemerintah merambah izin yang diterbitkannya sendiri.
   
  

Inkonsistensi yang masih terus terjadi dalam perumusan tata ruang ini, masih bisa dimaklumi karena memang masih dalam proses perkembangan dan belum pengukuhan final. Setahu saya, ada dua provinsi di Indonesia yakni Riau dan Kalteng. 

Solusinya, supaya tidak terjadi kesalahpahaman dan dimanfaatkan oknum tertentu, pemerintah harus segera finalisasi, jika belum bisa, pemerintah harus menerjunkan sebanyak mungkin Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat. Sehingga, saat disodori suatu peraturan yang dilampiri peta, mereka bisa menganalisa sebelum berkomentar. 


Wednesday, February 21, 2018

Anies Baswedan Dilarang Dampingi Presiden Jokowi Serahkan Tropi ke Persija, Ada Apa?


Menurut saya, pelarangan Gubernur DKI Anies Baswedan untuk ikut serta bersama Presiden Jokowi untuk penyerahan Piala Presiden kepada Klub Persija yang keluar sebagai juara di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Sabtu (17/2/2018), bukan sekedar kelalaian panitia.

Terlepas dari alasan pemerintah itu bukan acara kenegaraan. Sehingga, tidak perlu mengikuti UU Protokoler. Pertanyaan saya, ada banyak pejabat negara yang ikut turun di situ, seperti Pak Wiranto, Pak Pramono Anung, Pak Menpora, Pak Menteri PU dan pejabat lainnya. Sangat tidak elok jika Gubernur DKI sebagai tuan rumah tidak diikutkan dalam acara itu.

Kemudian, ada yang janggal, kealpaan menyebut nama Pak Anies ini bukan hanya saat menjelang penyerahan piala saja. Namun, sejak pidato atau sambutan sebelum acara juga tidak ada penyebutan nama Gubernur DKI itu. Nah, ini cukup aneh menurut saya dan bukan sekedar kealpaan panitia.





Lalu, jika kita ikuti logika pemerintah, taruhlah oke dia sebagai Gubernur DKI tidak berhak, Pak Anies tetap berhak turun setidaknya sebagai Manajer Tertinggi Persija, klub yang keluar sebagai juara. Ironisnya, logika pemerintah Gubernur tuan rumah tidak harus ikut itu juga gugur dengan video yang viral perbandingan dengan final-final sebelumnya, Gubernur tuan rumah selalu hadir.

Pakar Komunikasi Politik Efendi Ghazali yang saat itu juga hadir di Royal Box bersama Presiden Jokowi dengan Pak Anies. Sebenarnya, Pak Jokowi dan Pak Anies terlihat sangat akrab selama pertandingan berlangsung. Bahkan Pak Jokowi dua kali menyalami Pak Anies, memberikan ucapan selamat saat Persija mencetak gol.




Nah, menurut saya, kondisi ini sebenarnya sudah pas jika bersambung dengan diajaknya Pak Anies mendampingi Pak Jokowi menyerahkan tropi untuk Persija. Ibarat tangga, step stepnya sudah aman, namun di pijakan terakhir kayunya jebol. Kalau benar sesuai pengakuan Ketua Sterring Comitte (SC) atau Panitia Pelaksana Pertandingan Maruarar Sirait itu kesalahan mereka.

Apa daya? Akibat kesalahan Pak Sirait ini, akhirnya seolah-olah ditarik-tarik ke politik dan yang rugi Pak Jokowi. Bahkan di kalangan pendukung Pak Jokowi pun tidak sepakat dengan tindakan Pak Sirait ini. Salah satunya, Sekjen PDIP Pak Hasto yang terang-terangan tidak setuju dengan tidak diajaknya Pak Anies turun memberikan tropi kepada Persija. Jadi menurut saya, jangan kebangetenlah Mas, ini sepak bola, sudah jamak disuarakan, jangan campuradukkan sepak bola dengan politik.




Akhirnya isu ini menjadi bola liar meski sudah coba diredam dengan pengakuan dari panitia bahwa mereka salah. Ditambah lagi, reaksi Pak Anies yang seolah tidak kecewa dengan pelarangan ikut dalam penyerahan tropi itu. Pak Anies hanya bilang tidak jadi soal dia dimana, yang penting Persija menang.

Hal itu juga diungkap Pak Efendi Ghazali yang mengungkap saat itu Pak Anies hanya kaget sebentar. Kemudian bilang, awalnya diminta ikut tapi kemudian dilarang dan itu disampaikan dengan tertawa dan tanpa ada ekspresi kekecewaan. Kemudian mereka berdua menunggu prosesi Presiden Jokowi selesai seremonial memberikan tropi, lalu turun memberikan selamat ke Persija.

Satu hal yang tidak bisa dihindari, seluruh tribun penonton meneriakkan Anies-Sandy. Kemudian, seluruh pemain dan ofisial pun juga menjadi sangat terharu. Simpati juga tidak hanya dituai di lapangan namun sampai keluar lapangan dan masih terasa hingga saya menuliskan opini ini.



*) Tombol share via akun medsos kamu, ada di bagian paling bawah tulisan ini.


=o=o=0=o=o=

Banning Anies Baswedan Attends the President Jokowi Submit the Trophy to Persija FC, What's Up?

In my opinion, the prohibition of Jakarta Governor Anies Baswedan to participate with President Jokowi for the handover of the President Cup to Club Persija who came out as champion at the Bung Karno Main Stadium (GBK), Saturday (17/2/2018), not just the omission of the committee.

Regardless of the reason the government was not a state event. Thus, there is no need to follow the Protocol Act. My question is, there are many state officials who come down there, such as Mr. Wiranto, Mr. Pramono Anung, Mr. Menpora, Minister of Public Works and other officials. Very unfeasible if the Governor of DKI as the host is not included in the event.

Then, there is an awkward, forgetfulness to mention the name of Mr. Anies is not only just before the delivery of trophies only. However, since the speech or greeting before the event also there is no mention of the name of the Governor of DKI. Well, this is quite strange to me and not just the omission of the committee.

Then, if we follow the logic of the government, put it okay as the Governor of DKI is not entitled, Mr. Anies remains entitled to go down at least as the Supreme Manager of Persija, the club that came out as the champions. Ironically, the logic of the governor's governing host does not have to go on that also fall with a viral video comparison with the previous finals, the host Governor is always present.

Political Communication Expert Efendi Ghazali who was also present at the Royal Box with President Jokowi with Mr. Anies. Actually, Mr. Jokowi and Mr. Anies look very familiar during the game. Even Mr. Jokowi twice greeted Mr. Anies, giving congratulations when Persija scored.

Well, in my opinion, this condition is actually fitting if continued with the invited Mr. Anies accompanied Pak Jokowi submit tropi for Persija. Like a ladder, step step is safe, but on the last footing of the wood broke. If true according to the Chairman of Sterring Comitte (SC) Maruarar Sirait, it was their fault.

What can I say? As a result of Sirait's mistake, finally seemed to be drawn to politics and the loss Pak Jokowi. Even among supporters Pak Jokowi did not agree with the action of Sirait this. One of them, Secretary General of PDIP Mr. Hasto who openly disagree with not invited Mr. Anies down giving trophies to Persija. So in my opinion, do not kebangetenlah Mas, this football, do not mix soccer with politics.

Finally this issue became a wild ball despite trying to muffle with the recognition of the committee that they are wrong. In addition, Mr. Anies's reaction, which was not disillusioned with the ban in the tropical handover. Mr. Anies just said it does not matter where he is, which is important Persija win.

It was also revealed Pak Efendi Ghazali who revealed at that Pak Anies just surprised for a moment. Then said, initially asked to come but then banned and it was delivered with a laugh and without any expression of disappointment. Then they both wait for the procession of President Jokowi finished ceremonial give trophy, then go down congratulate to Persija.

One thing that can not be avoided, the whole stands shouted Anies-Sandy. Then, all players and officials also became very moved. Sympathy is also not only harvested in the field but until the exit field and still felt until I write this opinion.

Tuesday, January 16, 2018

Tiga Tipe Penjual Idiot di Era Bisnis Online

Saat ini, kita memasuki e-commerce yang sesungguhnya. Jika di era 2000-an, orang-orang baru sekedar wacana. Pmbelian barang secara online baru diakses orang-orang tertentu dan rata-rata dari situs market place luar negeri.

Kala itu, para pembeli rata-rata orang berduit dan melek teknologi, sama pencuri kartu kredit atau pelaku carding. Nah, saat ini banyak orang-orang yang full time berbisnis online. Tidak tanggung-tanggung, omzetnya pun ratusan juta dengan keuntungan bersih antara Rp10-50 juta sebulan.

Mayoritas penjual online adalah seorang dropshiper. Apa itu? Dropship adalah sebuah metode jual beli online di mana penjual tidak melakukan stok barang ataupun proses pengiriman. Dalam sistem ini, akan sangat dibutuhkan seorang supplier sebagai pemasok barang.



Uniknya, para dropshiper ini bisa saling mengisi. Mereka biasanya nongkrong di tiga market place besar Tokopedia, Bukalapak dan Shopee. Nah, saling mengisi ini contohnya si A dagang baju gamis wanita, si B dagang jilbab. Lalu, si A copy gambar si B (sekarang bisa massal dengan software imacros dll di-scrap namanya). 

Jadilah, si A suplayer bagi si B untuk baju gamis, dan si B jadi suplayer si A untuk jilbab. Lalu, sistem pun berjalan dan saling menguntungkan. Lalu, seperti apa tipe pedagang idiot di era seperti ini.

1. Pedagang yang memasak water mark (tanda air) di foto dagangan.

Ini merupakan kebodohan pertama yang sangat fatal. Pasalnya, dengan memasang water mark tulisan tokonya di foto barang dagangannya, pedagang tipe ini telah membuang kesempatan barangnya untuk lebih cepat laku.

Sebab, ia bakal mempunyai ratusan sales gratisan ya para dropshiper itu. Jika ada water mark tentu sistem ini tidak bisa berjalan. Pedagang seperti ini menutup jalan rezekinya sendiri,

2. Pedagang yang tidak bisa jaga komitmen

Dalam sistem dropship harus ada komitmen dari suplayer agar menuliskan nama dan no HP dropshiper pada saat pengiriman barang. Bahkan, di semua market place sudah ada form untuk diisi bagi dropshiper,

Namun, ada beberapa pedagang yang mencoba curang. Dengan alasan lupa, mereka menulis nama toko dan no HP-nya sendiri dengan harapan pada order kedua nanti langsung ke dia. Toh harga dia lebih murah daripada dropshiper.

Namun apa lacur? ternyata hampir semua dropshiper yang pernah mengalami ini, pembelinya justru simpati pada si dropshiper dan menganggap si suplayer sebagai monster jahat yang harus menjadi musuh bersama. Akhirnya sistem drophsip tetap berjalan.

3. Penjual yang marah saat foto barang dagangannya dijual di lapak dropshiper

Ini kadar idiot yang paling rendah. Namun perlu dikritisi karena kadang menghabiskan energi saat melayani celotehan mereka. Padahal, logika bodoh saja, jika toh barang itu diorder di lapak dropshiper ujung-ujungnya juga belinya di pedagang awal tadi sebagai suplayer.

Jadi mendingan kalau ada idiot tipe tiga ini, tidak usah dilayani. Jadikan saja barangnya sebagai pemancing buyer datang. Seperti lilin lebah untuk mengundang lebah. 

Contohnya begini, ada baju gamis yang bagus pasang di lapak, setiap orang order bilang habis tawari gamis yang lain. Jadi dagangan si cerewet ini ga laku-laku karena ga kita ambil dan kita ambil di suplayer lain. 

Ada juga laptop spek tinggi misal core i7, RAM 16GB, VGA dobel intel HD sama Nvidia. Nah pasang di lapak, setiap ada orang tanya bilang habis tawari laptop lain yang sejenis atau sesuai budget buyer atau suruh lihat-lihat laptop lain di lapak kita.

Kalau dia si penjual asli yang cerewet tanya, kan itu cuma cacing umpan buat mancing idiot! Kamu rugi apa?!

Wednesday, December 20, 2017

Ustadz Abdul Somad, Tipikal Kyai NU yang Dirindukan Warga Nahdliyin


Saat saya berjalan di perkampungan sepanjang pantura mulai Kudus hingga Rembang. Bertamu ke warga Nahdliyin yang sesungguhnya, bukan para elitenya. Ternyata, mereka juga resah dengan 'citra' NU akhir-akhir ini.

Dulu senior saya pernah bilang, kalau Muhammadiyah bisa bubar, kalau NU tidak, NU seperti suku. Namun faktanya, dengan pola yang dibangun elite NU akhir-akhir ini, NU benar-benar rontok di tingkat bawah, di desa-desa, di level petani, buruh, wong cilik, mereka tidak paham, kok sampai dadi kayak ngene NU saiki? 

Bahkan, toleransi yang diusung NU saat ini cenderung kebablasan dan mengarah ke liberal. Pada masa dipimpin alm Gus Dur sekali pun tidak seperti ini kata mereka. Nah, saya hanya bisa menenangkan mereka, dengan balik bertanya, NU-nya siapa? atau NU ala siapa dulu?




Loh, memang beda-beda to Mas? Saya jawab ya sekarang ada NU-nya Gus Sholah, NU-nya Cak Nun dan yang terbaru NU-nya Ustadz Abdul Somad (UAS). Bukan hanya saya, warga NU pedesaan ini pun sepakat bahwa sosok UAS inilah tipikal Kyai NU yang dirindukan masyarakat pinggiran.

Orang NU yang bisa diterima di semua kalangan, bisa satu panel dengan penceramah aliran apa saja, meski banyak dibenci oleh orang yang tidak suka dengan aktivitas dakwahnya. Jamaah di alam nyata saja ribuan yang hadir di setiap ceramah-ceramahnya. Belum lagi yang setia menonton lewat Youtube.

Kaum pembencinya seolah benar-benar kehabisan akal. Youtube yang dulu dikuasai kaum salafy, akhirnya pindah ke UAS. Ini juga menimbulkan reaksi, fitnah macam-macam, jadi tantangan dua, dari kalangan kaum muslimin sendiri, kaum munafik dan kaum non muslim. Namun, tetap saja, dukungan justru terus mengalir, bahkan Malaysia dan Brunai silih berganti meminta UAS hadir memberikan tausiyahnya.

Mau mereka bilang UAS NU palsu, itu terserah, tapi faktanya memang dia lahir dari keluarga NU belajar di lingkungan NU, dapat beasiswa seperti umumnya anak-anak NU ke Cairo, Mesir. Tapi, UAS pulang otaknya tetap lurus, tidak mau dibelok-belokkan paham liberal nggak genah. NU aneh-aneh macam ini kan hidupnya di kampus-kampus IAIN awalnya.

Ya, awalnya berpendapat nyeleneh cuma pengen dapat perhatian cewek, itu awalnya. Lalu, disambut dapat beasiswa dari golongan liberal, tambah ndadi, yang kasus-kasus kekinian kan semacam itu. Jadi, kalau mereka bilang sudah melewati maqom2 tertentu, halaaah maqom opo, wong urung dadi ulama wae wis membingungkan warga. 

Popular Post